Kondisi Pertama: Mensyukuri Ni’mat
Ni’mat-ni’mat Allah selalu silih berganti dianugrahkan kepada hamba-NYA. Sebagai pengikatnya adalah dengan mengungkapkan rasa syukur atas ni’mat tersebut dengan didasarkan pada tiga pondasi. Yakni; dengan mengakui ni’mat yang telah diberikan dalam bathin, menceritakan secara lahir dan menggunakannya sesuai dengan kehendak Yang memberi ni’mat. Jika seorang hamba telah menunaikan ketiga hal tersebut, berarti ia telah bersyukur , meskipun makna syukurnya masih dalam makna yang terbatas.
Kondisi Kedua: Sabar dalam ujian dan cobaan
Yang dengan Sabar adalah menahan diri dari sifat membenci atas takdir-NYA, menahan lisan dari ungkapan keluh kesah, juga menahan anggota badan dari perbuatan maksiat seperti menampar pipi, menyobek pakaian, mencabut rambut dan perbuatan tercela lainnya. Jika seorang hamba telah benar-benar melaksanakan tiga hal tersebut sebagaimana mestinya, maka ujian yang ia alami akan menjadi sebuah anugerah, derita yang menimpanya akan diganti dengan pemberian berharga, hal yang ia benci menjadi ia senangi. Karena sesungguhnya Allah Allah menguji hamba-Nya bukan untuk mencelakakannya, tetapi untuk menguji kesabaran dan menakar kualitas penghambaannya (ubudiah).
Allah SWT mempunyai hak kepada hamba-Nya, yaitu hak ubudiah, baik ketika dalam keadaan susah maupun ketika senang. Akan tetapi kebanyakan kita manusia hanya mampu menampakkan bentuk penghamban kita kepada Allah hanya di saat kondisi senang saja. Padahal rasa penghambaan sangat dituntut ketika seorang hamba dalam keadaan tidak senang (al-makarih). Dalam hal ini beberapa peringkat hamba, dengan peringkat ini seorang hamba akan diukur kedudukannya di sisi Allah.
Berwdhu dengan air yang dingin disaat hari yang terik, adalah salah satu bentuk aplikasi ubudiah. Mendatangi istri yang cantik dan tercinta adalah salah satu bentuk aplikasi ubudiah. Membari nafkah untuk istri, keluarga dan dirinya sendiri adalah salah satu bentuk aplikasi ubudiah. Begitu seterusnya.
Dari contoh ubudiah di atas, dapat juga kita pahami bahwa berwudhu dengan air dingin disaat musim yang sangat dingin juga merupakan salah satu bentuk aplikasi ubudiah. Meninggalkan maksiat yang dengan kuat mendorongnya untuk melakukan hal itu, bukan karena takut dilihat oleh manusia, adalah salah atu bentuk aplikasi ubudiah. Mengeluarkan infak dan sedekah di saat kesempitan melilit dirinya adalah salah satu bentuk aplikasi ubudiah. Tetapi akan kita temukan perbedaan yang sangat mencolok antara dua bentuk obadah tersebut.
Barangsiapa yang mendapati nasib yang baik, hendaklah ia mengungkapkan pujian kepada Allah dengan mengucapkan Alhamdulillah. Barangsiapa yang mendapatkan nasib selain itu, janganlah mencela kecuali dirinya sendiri. Jika seseorang telah mendapat jaminan kecukupan penuh dari Allah, maka merekalah hamba Allah yang sejati, yang tidak ada satu pun dari musuh-musuhNya mempunyai kuasa atas mereka. Allah SWT berfirman:
QR. Al-Hijr:42
Jika Allah menghendaki hamba-Nya dengan suatu kebaikan, maka Dia akan bukakan pintu taubat baginya. Kemudian tumbuhlah penyesalan, pedih hati, perasaan hina di sisiNya dan perasaan selalu membutuhkanNya. Ia akan selalu memohon pertolonganNya, mengikat janji benar-benar akan kembali ke jalanNya, senantiasa memohon dan berdo’a kepadaNya dengan sungguh-sungguh. Juga mendekatkan diri kepadaNya sebisa mungkin dengan amal-amal kebaikan yang dapat menghapus dosa-dosanya.
Tiga kondisi tersebut sebagai pertanda kebahagiaan seorang hamba dan tanda kemenangannya di dunia dan akhirat. Tidak akan ada seorang hambapun yang terhindar dari tiga hal di atas. Karena pada hakikatnya, kondisi seorang hamba selalu berganti-ganti antara ketiga kondisi tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar